This blog is dedicated to all of my students in SMK Negeri 10 Kota Malang, STIT Raden Rahmat Kepanjen Malang, FKIP Universitas PGRI Banyuwangi, and of course to all my partners both in professional and academic activities.
Baru-baru ini, baik pada tingkat global, nasional maupun lokal, telah ditemukan betapa gangguan kesehatan jiwa telah meningkat dan sangat memprihatinkan. Pada tingkat global, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia. Jaringan Epidemiologi Psikiatri Indonesia menemukan 185 dari 1000 penduduk menunjukkan gejala gangguan kesehatan jiwa. Memprihatinkan, karena terbesar justru dialami oleh kelompok usia 15 - 50 tahun.
Memang ada pihak-pihak yang terkejut dan prihatin dengan gejala tersebut. Namun demikian, lebih banyak pula pihak yang tidak menganggap penting persoalan gangguan kesehatan jiwa. Bahkan, ada sejumlah pendidik yang menganggap persoalan gangguan kesehatan jiwa sebagai persoalan yang sama sekali di luar pendidikan.
Secara hipotetik, penulis menduga bahwa sikap kurang peduli terhadap gangguan kesehatan jiwa diakibatkan oleh pemahaman yang kurang memadai terhadap pengertian dan gejala gangguan kesehatan jiwa, dan pengetahuan yang kurang memadai terhadap dampak yang ditimbulkan oleh gangguan kesehatan jiwa, baik bagi mereka yang sudah bekerja maupun terutama para pelajar. Karena itu, tulisan ini bermaksud memberikan paparan ringkas tetapi jernih tentang: (1) Pengertian dan Gejala Gangguan Kesehatan Jiwa, dan (2) Masalah Gangguan Kesehatan Jiwa Siswa, dan (3) Kontribusi Bimbingan dan Konseling bagi Kesehatan Jiwa Siswa.
Pengertian dan Gejala Gangguan Kesehatan Jiwa
Hingga ini banyak pihak memiliki pemahaman kurang tepat mengenai kesehatan jiwa. Kesehatan jiwa dilihat semata-mata sebagai persoalan individual. Padahal kesehatan jiwa sama sekali tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Semestinya kesehatan jiwa dipahami sebagai persoalan lintas disiplin, bukan hanya persoalan bidang kajian dan proresi psikologi dan psikiatri.
Ada beberapa prinsip dasar untuk memahami kesehatan jiwa secara tuntas, yaitu: (1) kesehatan jiwa tidak sebatas ada atau tidaknya perilaku abnormal, (2) kesehatan jiwa adalah konsep ideal, dan (3) kesehatan jiwa sebagai bagian dan ciri taraf hidup insani.
Gangguan kesehatan jiwa bisa didefinisikan sebagai pola perilaku atau psikologis pada individu dengan penanda sejumlah gejala. American Psychiatric Association (1994) merinci sejumlah gejala gangguan kesehatan jiwa, yang mencakup: adanya rasa stress, ketidakmampuan, dan peningkatan risiko secara bermakna untuk mati, sakit, ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan.
Sejumlah kajian menunjukkan ada dua faktor utama yang merupakan penyebab terjadinya gangguan kesehatan jiwa, yaitu: (1) faktor-faktor penyebab (precipitating factors), dan (2) faktor pendukung (predisposing factors).
Faktor penyebab faktor-faktor biologis berupa gangguan fisik seperti kecapaian, kelaparan, kurang tidur, kurang gizi, penyakit, gangguan pada sistem syaraf. Jika berkadar cukup tinggi, gangguan ini akan memudahkan munculnya gangguan psikologis, lebih-lebih bila faktor pendukungya telah ada. Faktor penyebab berikutnya adalah faktor psikis. Ini mencakup adanya konflik, frustrasi dan berbagai macam tekanan dapat menjadi pemicu bagi timbulnya gangguan kesehatan jiwa. Dua faktor penyebab lagi adalah faktor-faktor sosial yang mencakup semua pengaruh lingkungan dan pengalaman sosial, dan faktor rohani seperti reasa dihantui oleh perasaan berdosa dan bersalah.
Kedua, faktor-faktor pendukung. Ini mencakup semua gejala yang terjadi sebelum seorang individu mengalami situasi yang penuh dengan tekanan. Faktor ini lazimnya telah ada dalam diri seseorang, seperti faktor biologis, psikologis dan sosial. Salah satu faktor biologis penentu gangguan kesehatan jiwa dalah faktor keturunan. Sangat besar kemungkinan individu untuk mengalami gangguan psikologis karena mewarisi bakat-bakat biologis dari orang tuanya. Terkait ini, para ahli menemukan bahwa anak kembar identik kemungkinan untuk mengalami schizophrenia sebesar 58%, sedangkan anak kembar tidak identik hanya 10%.
Faktor lainnya bersifat kimiawi, seperti temuan bahwa gangguan psikologis bisa disebabkan oleh adanya gangguan cairan kimiawi di otak dan pusat sistem syaraf. Beberapa di antaranya adalah: (1) dopamine, yang menyebabkan penyakit Parkinson dengan gejala wajah kaku, tidak bergerak-gerak, dab kekejangan otot, (2) taraxein yang dikenali sebagai penyebab schizophrenia, (3) catecholamines yang merangsang kerja sistem syaraf sehingga kelebihan cairan ini akan mengakibatkan gangguan kejiwaan yang disebut mania, sedangkan bila kekurangan akan menyebabkan depresi.
Dari faktor psikologis, pengalaman masa kecil, seperti: (a) kekurangan kasih sayang cenderung berbarengan dengan sikap antisosial, senantiasa merasa tidak aman, frustrasi, tertekan dan besikap bermusuhan dengan orang lain, (b) penolakan dari orangtua yang mengakibatkan perasaan tidak berharga dan tidak berguna, senatiasa merasa kesepian, tidak bahagia, dan merasa tidak ama, (c) perlindungan yang berlebihan dari orangtua sehingga mengakibatkan anak tidak dapat mandiri, mudah nervous, pasif, dan tidak mampu mengatasi tekanan hidup, (d) sikap memanjakan dari orang tua yang mengakibatkan tumbuhnya sikap egois, tidak tahu bertanggung jawab, kesulitan untuk menyesuaikan diri, terlalu peka terhadap aturan dan perintah, (e) tuntutan yang berlebihan dari orang tua yang perfectionis yang mengakibatkan anak cenderung rendah diri, tidak aman, cemas, mudah memyalahkan diri sendiri, emosi tidak stabil, tidak tahan dengan tekanan hidup.
Masalah Gangguan Kesehatan Jiwa Siswa
Masalah Gangguan Kesehatan Jiwa tidak hanya dialami oleh kaum dewasa, tetapi juga anak-anak dan remaja yang masih sekolah. Beberapa masalah kesehatan jiwa yang ditemukan pada anak-anak usia sekolah adalah:
1.Prestasi belajar rendah. Seorang anak dipandang mengalami prestasi belajar rendah, apabila prestasinya di bawah teman sebaya karena mengalami kesulitan belajar yang membutuhkan perhatian khusus.
2.Gangguan hiperkinetik. Gangguan ini menunjuk pada sekumpulan sindrom yang terdiri dari aktivitas fisik berlebihan, kurang mampu memusatkan perhatian dan sikap dan tindakan impulsif.
3.Gangguan tingkah laku. Ini menunjuk pada pola tingkah laku anti sosial, sikap agresif, suka menentang dan menantang secara menetap dalam bentuk ekstrim.
4.Menolak ke sekolah atau fobia sekolah. Ini menunjuk pada suatu keadaan di mana anak merasa takut yang tidak masuk akal (irasional) untuk pergi ke sekolah.
5.Gangguan kecemasan. Ini merupakan gangguan emosional yang paling banyak ditemukan yang bermanifestasi dalam bentuk gejala fisik dan psikologis.
6.Gangguan bicara (gagap). Gangguan ini mudah dikenali karena anak berbicara tidak lancar, terpatah-patah yang sering terdapat anak dalam keadaan cemas.
7.Gangguan depresif. Depresi mencakup sekumpulan gejala yang menyebabkan penderita tidak mampu menikmati kehidupan sehari-hari.
8.Gangguan fisik relatif permanen, seperti anak dengan penyakit fisik kronis, keterbatasan fisik atau cacat, kelumpuhan tungkai atau lengan atau serangan asma berulang kali.
9.Epilepsi. Gangguan ini ditandai oleh sifat serangannya yang mendadak sehingga anak hilang kesadaran dengan disertai kejang.
10.Gangguan psikotik. Ini merupakan gangguan jiwa dengan gejala ketidak-mampuan menilai realitas yang dapat dilihat dari penampilan, perilaku, proses pikir atau perasaan.
Kontribusi Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan kepada siswa secara terus-menerus agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, sehingga siswa sanggup mengarahkan dirinya sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.
Tersirat dalam konsep layanan bimbingan dan konseling, bahwa salah satu sasaran yang harus diwujudkan --- baik sebagai tujuan akhir maupun sebagai tujuan antara dalam rangka pendidikan --- bahwa anak harus mencapai kesehatan jiwa.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan ciri-ciri mental sehat seseorang, yaitu: mampu melakukan penyesuaian diri, memiliki kepribadian utuh, bebas dari rasa gagal, pertentangan batin, kecemasan dan tekanan, bertingkah laku normatif, bertanggung jawab, memiliki kematangan dalam sikap dan perilaku, memiliki kemandirian dalam tugas dan kewajiban, serta bisa mengambil keputusan dengan baik.
Berkenaan dengan kesehatan jiwa, memang bimbingan dan konseling lebih diharapkan berperan pada upaya pencegahan. Upaya bimbingan dan konseling kesehatan jiwa peserta didik bisa digolongkan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
Pertama, promosi kesehatan jiwa. Ini meliputi segala usaha peningkatan kesehatan jiwa, termasuk di dalamnya menjelaskan kepada semua komunitas sekolah, khususnya siswa, tentang pengertian serta tanda-tanda anak yang berjiwa sehat, serta dari siapa bila menghadapi gejala tersebut dapat memperoleh bantuan.
Kedua, pencegahan primer. Ini dilakukan dengan menciptakan suasana yang positif sehingga mampu menghilangkan berbagai faktor pendukung (predisposisi) bagi munculnya gejala gangguan kesehatan jiwa. Bimbingan dan konseling harus mengambil peran sebagai strategis dalam penciptaan suasana sekolah ini.
Ketiga, pencegahan sekunder. Ini merupakan usaha kesehatan jiwa agar bisa menemukan kasus sedini mungkin dan penyembuhan secara tepat terhadap gangguan kesehatan jiwa. Usaha ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi jangka waktu gangguan agar tidak berdampak lebih parah, baik terhadap individu maupun masyarakat. Karena itu, tenaga bimbingan dan konseling selayaknya melengkapi diri dengan kecakapan melakukan terapi jenis ini.
Keempat, pencegahan tersier. Ini merupakan usaha rehabilitasi awal yang dapat dilakukan terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa. Langkah ini bisa dilakukan setelah seorang anak mendapatkan layanan dari tenaga profesional psikiatri dak dikembalikan ke sekolah. Karena itu, komunikasi, konsultasi, dan koordinasi antara tenaga bimbingan dan konseling dengan psikiatri sangat diperlukan.
Menutup tulisan pendek ini, penulis hendak menggaris-bawahi bahwa kesehatan jiwa tidak kalah penting dibanding kesehatan fisik. Kendatipun seseorang sehat secara fisik, kalau secara psikologis memiliki kecenderungan untuk mengakhiri hidupnya, maka kualitas kesehatan fisik sama sekali tidak bermakna. Sekian.
This study is intended to describe the ability of students of vocational school in identifying their own strengths, weaknesses, oppurtinities and threats. The findings show that most of students of vocational school have no ability to identify their own strengths, weaknesses, oppurtinities and threats. These data support the need for a new and special programs of school guidance and counseling which are related to the problems they face.
Secara kodrati manusia senantiasa memiliki dorongan untuk meningkatkan dan mengembangkan diri. Ini tampak dari ketiadaan rasa-puas yang bersifat mutlak. Kepuasan manusia dalam mencapai sesuatu senantiasa hanya bersifat sementara, untuk kemudian terdorong lagi mencapai tujuan atau cita-cita yang lebih tinggi.
"As Smith (1776) stated, it is a desire which, though generally calm and dispassionate, comes with us from the womb, and never leaves us until we go into the grave. In the whole interval which separates those two moments, there is scarce perhaps a single instant in which any man is so completely satisfied with his situation, as to be without any wish of alteration or improvement of any kind" (Rosidi, 2002: 43).
Keberhasilan menyelesaikan pendidikan menengah pertama, mendorong anak-anak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah. Beberapa lulusan sekolah menengah, khususnya sekolah menengah kejuruan ada yang langsung memasuki dunia kerja, tetapi juga ada yang melanjutkan pada jenjang pendidikan tinggi.
Mempertimbangkan pemikiran dan kenyataan tersebut, maka bimbingan konseling sebagai layanan pendidikan pada sekolah menengah kejuruan tidak hanya bersangkut-paut dengan upaya perbantuan dalam belajar tetapi juga dalam pengembangan diri, khususnya untuk memasuki dunia kerja. Layanan demikian lazim disebut sebagai layanan bimbingan karir (Utoyo, 1986).
Secara sederhana, dunia kerja dihuni oleh dua kategori kedudukan, yaitu: sebagai pemberi kerja (employer) dan sebagai pekerja (employed). Pembagian ini memang terlalu sederhana, karena di antara keduanya ada kategori khusus, yaitu: pekerja mandiri (self-employer). Para pekerja mandiri ini pada dasarnya adalah para calon pengusaha (entrepreunuer). Bila pada perkembangannya pekerja mandiri ini bisa berkembang, sudah barang tentu akan menjadi pemberi kerja yang memiliki sejumlah pekerja.
Memang selama ini telah dikembangkan semacam pelajaran kewirausahaan (entrepreunuership). Namun demikian harus dipahami bahwa praktik kewirausahaan tidak hanya menuntut sejumlah pengetahuan dan kecakapan (knowledge and competencies), tetapi jauh lebih penting dari itu adalah semangat kewirausahaan. Hanya bila para siswa yang akan memasuki dunia kerja memiliki semangat kewirausahaan, maka mereka tidak hanya memberikan manfaat bagi diri sendiri tetapi juga berpeluang untuk memberi manfaat bagi orang lain (International Labour Organization, 2007).
Dari perspektif manajemen strategik, sebenarnya telah berkembang semacam pendekatan yang berpotensi besar untuk dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman diri dan lingkungan, khususnya bagi mereka yang berniat menekuni kewirausahaan. Pendekatan yang dimaksudkan adalah analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (strengths, weaknesses, opportunities, and threats).
Pendekatan ini dipandang sangat relevan dengan misi peningkatan pemahaman diri dan lingkungan peserta didik karena analisis tersebut sebenarnya menyertakan dua kategori analisis, yaitu: (1) analisis diri berupa unsur kekuatan dan kelemahan, dan (2) analisis lingkungan berupa unsur peluang dan unsur ancaman (Higgins, 1982).
Bertolak dari kebutuhan pengembangan diri peserta didik dan kesesuaian model analisis dengan misi bimbingan dan konseling sekolah menengah kejuruan, berikut diajukan sebuah penelitian deskriptif sebagai bagian dari kajian bimbingan karir, khususnya pemahaman dan pengembangan diri peserta didik sekolah menengah kejuruan.
Sebagai pemandu kegiatan penelitian ini, berikut disajikan rumusan masalah, baik secara umum maupun seara terjabar. Secara umum penelitian ini mengajukan pertanyaan: Bagaimanakah kemampuan pengenalan diri dan lingkungan kerja peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang?
Secara terjabar penelitian ini mengajukan pertanyaan:
1.Bagaimanakah kemampuan pengenalan kekuatan diri peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang?
2.Bagaimanakah kemampuan pengenalan kelemahan diri peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang?
3.Bagaimanakah kemampuan pengenalan peluang yang bisa dimanfaatkan di dunia kerja dan usaha peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang?
4.Bagaimanakah kemampuan pengenalan ancaman yang mungkin dihadapi di dunia kerja dan usaha peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang?
Ditilik dari sifat tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan umum: memaparkan kemampuan pengenalan diri dan lingkungan kerja peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang.
Secara terjabar penelitian ini bertujuan:
1.Memaparkan kemampuan pengenalan kekuatan diri peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang.
2.Memaparkan kemampuan pengenalan kelemahan diri peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang.
3.Memaparkan kemampuan pengenalan peluang yang bisa dimanfaatkan di dunia kerja dan usaha peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang.
4.Memaparkan kemampuan pengenalan ancaman yang mungkin dihadapi di dunia kerja dan usaha peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang.
Temuan penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik secara akademik maupun secara praktik. Secara akademik, temuan penelitian ini diharapkan memperkaya bahan empirik bagi penelitian lebih lanjut tentang kesiapan karir lulusan sekolah menengah kejuruan. Ini diperlukan karena kebanyakan kajian bimbingan karir lebih bersifat umum.
Secara praktik, temuan penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai bahan pengembangan pendekatan dan strategi bimbingan karir, khususnya bagi para calon lulusan sekolah menengah kejuruan yang memang dipersiapkan untuk bisa langsung memasuki dunia kerja dan usaha.
Postulat dasar analisis SWOT adalah bahwa keberhasilan dalam sebuah usaha ditentukan oleh dua variabel kelas, yaitu: kondisi internal dan kondisi eksternal. Kondisi internal yang dimaksudkan adalah kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh individu pengusaha atau badan usaha, sedangkan kondisi eksternal yang dimaksudkan adalah peluang pasar barang dan jasa yang ada, serta ancaman terutama dari penyedia barang dan jasa yang sama atau yang bisa disubstitusikan (Higgins, 1982).
Hanya bila seorang wirausahawan atau badan usaha mampu memanfaatkan kekuatan, menekan serendah mungkin kelemahan, serta mampu menangkap peluang pasar dan menangkal ancaman dari pesaing maka wirausahawan atau badan usaha tersebut bisa menjaga kelangsungan hidup (survival) dan bahkan bisa mengembangkan diri (develop).
Merujuk pada postulat tersebut, maka seyogyanya langkah awal bagi siapa pun yang hendak mengembangkan usaha adalah: (1) mengenali kekuatan diri untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin, (2) mengenali kelemahan diri untuk ditekan hinga seminimal mungkin, (3) menangkap peluang pasar untuk dimanfaatkan sebaik mungkin, dan (4) mengenali ancaman dari pesaing untuk ditangkal seefektif mungkin (Periksa Bagan 1).
Bagan 1 Kerangka Dasar Analisis SWOT
Berbekal informasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tersebut, seorang wirausahawan ataupun badan usaha melangkah lebih lanjut untuk menetapkan tujuan dan sasaran, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. Bila sudah demikian, seorang wirausahawan ataupun badan usaha tidak hanya bisa bertindak realistik dan teleologik, tetapi juga bertindak strategik, dalam arti mampu memilih strategi yang paling menjanjikan keberlangsungan dan perkembangan usahanya.
Diletakkan dalam konteks bimbingan dan konseling bagi siswa menengah kejuruan, penerapan analisis SWOT dapat membantu para siswa memahami diri sendiri secara lebih mendalam, dan membantu para siswa memahami peluang dan ancaman yang mereka hadapi. Pada akhirnya, para siswa diharapkan juga bisa mengembangkan pola hidup berorientasi tujuan (living by objective) sebagaimana dalam perusahaan dikenal istilah manajemen berorientasi tujuan (management by objective).
Keseluruhan pemikiran yang terkandung dalam pendekatan ini bisa digambarkan sebagai berikut (Periksa Bagan 2). Sedangkan format-format yang digunakan untuk praktik terbimbing analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman ini disajikan sebagai berikut (Periksa Bagan 3 dan Bagan 4).
Pada dasarnya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena bertujuan memaparkan kenyataan sebagaimana adanya. Desain penelitian ini adalah survei-sampel, karena mengajukan pertanyaan yang sama kepada sejumlah responden yang merupakan bagian dari populasi (Nazir, 1988).
Bagan 2: Living by Objective
Sampel penelitian akan ditarik dengan teknik penarikan sampel rambang proporsional (random proportional sampling). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang. Keseluruhan siswa kelas IX ini terdistribusi ke dalam beberapa kelas. Karena itu, secara proporsional ditarik sampel sebesar 50%. Penetapan besar sampel ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa semakin besar sampel, maka semakin rendah kemungkinan galatnya.
Melalui operasionalisasi empat variabel menjadi indikator dan butir pertanyaan, akan disusun angket gabungan, tertutup dan terbuka. Butir dengan pilihan tertutup dimaksudkan untuk pengukuran dan dianalisis dengan teknik kuantitatif, sedangkan butir terbuka dimaksudkan untuk mengungkap aspek-aspek terkait yang belum tercakup dalam butir tertutup.
Kesahihan angket diupayakan melalui uji kesahihan konstruk dan muatan. Sebelum digunakan dalam penelitian sebenarnya, angket diuji-coba untuk mengetahui keandalannya, serta diperbaiki baik berkenaan dengan aspek redaksional maupun butir-butirnya.
Data perolehan kuantitatif akan dianalisis dengan sejumlah teknik statistik deskriptif, baik berupa distribusi frekuensi, persentase maupun kecenderungan tengahnya. Keseluruhan perhitungan akan dilakukan dengan memanfaatkan perangkat lunak SPSS for Windows release 13.00. Data perolehan kualitatif akan dianalisis dengan teknik uraian untuk memperkaya dan memberi makna terhadap data kuantitatif.
Penelitian survai ini , berdasarkan besar populasi (203) menjangkau 104 (51.23%). Siswa yang menjadi sampel terdiri dari siswa program keahlian Teknik Komputer Jaringan (TKJ), Multimedia, Ototronik, dan Otomotif.
Kemampuan mengenali diri sendiri diukur dengan empat butir pertanyaan. Berikut adalah jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pertama, sebanyak 57 (54.81%) responden menyatakan merasa memiliki kelebihan tertentu, sedangkan 47 (45.19%) menyatakan tidak memiliki kelebihan tertentu. Dengan asumsi bahwa setiap orang pada dasarnya memiliki kelebihan tertentu, maka bisa disimpulkan bahwa hanya sebagian saja dari para siswa SMK Negeri 10 Kota Malang yang memiliki kemampuan mengenali kelebihan yang dimiliki.
Tabel 1 : Pengenalan akan kelebihan diri
1
Apakah kamu merasa memiliki kelebihan tertentu?
Frekuensi
%
Iya
57
54.81
Tidak
47
45.19
Jumlah
104
100
Kedua, kenyataan sebagaimana telah diuraikan tersebut ternyata didukung oleh pertanyaan tentang hal-hal yang menurut penilaian responden sendiri bisa dilakukan dengan sangat baik. Sebanyak 36 (34.61%) menyatakan bisa melakukan hal-hal tertentu dengan sangat baik, sedangkan sisanya 68 (65.38%) responden menyatakan tidak ada sesuatu yang bisa mereka lakukan dengan sangat baik. Tetap dengan asumsi bahwa setiap orang pada dasarnya memiliki kelebihan tertentu, maka bisa disimpulkan bahwa hanya sebagian kecil saja dari para siswa SMK Negeri 10 Kota Malang yang memiliki kemampuan mengenali kelebihan yang dimiliki.
Tabel 2: Pengenalan akan kecakapan diri
2
Apakah kamu merasa bisa melakukan sesuatu bidang kegiatan atau salah satu pelajaran dengan sangat baik?
Frekuensi
%
Iya
36
34.61
Tidak
68
65.38
Jumlah
104
100
Ketiga, berkenaan dengan pertanyaan apakah merasa memiliki hal-hal tertentu yang bisa dimanfaatkan untuk kemajuan diri, sebanyak 26 (25%) menyatakan memilikinya, sedangkan sebagian besar, sebanyak 78 (75%) menyatakan tidak memilikinya. Karena ini memang merupakan fakta yang relatif objektif, maka jawaban pertanyaan ini menggambarkan kondisi sosial ekonomi responden yang memang kebanyakan berstatus ekonomi rendah. Mereka tidak memiliki sumber ekonomi, jaringan sosial, dan sejenisnya yang bisa dimanfaatkan untuk kemajuan dirinya.
Tabel 3: Pengenalan sumber-sumber untuk kemajuan diri
3
Apakah kamu merasa memiliki hal-hal tertentu yang bisa kamu manfaatkan untuk kemajuan dirimu?
Frekuensi
%
Iya
26
25%
Tidak
78
75%
Jumlah
104
100
Dari sudut psikologi, kedirian (self) memang terdiri dari dua unsur, yaitu kedirian pribadi (personal self) dan kedirian sosial (social self). Kedirian sosial merupakan pencitraan yang diberikan oleh orang lain, sehingga juga ikut membentuk konsep diri seseorang. Berkenaan dengan ini, kepada responden diajukan pertanyaan: Menurut penilaian orang lain yang diberikan kepadamu, adakah kelebihan yang engkau miliki? Dari pertanyaan ini, sebanyak 28 (26.92%) menyatakan bahwa orang lain menilai dirinya memiliki kelebihan, sedangkan 76 (73,08%) tidak menyatakan bahwa orang lain menilai dirinya memiliki kelebihan. Data ini menunjukkan bahwa lingkungan sosial sebagian responden cenderung tidak memberikan penguatan (reinforcement) terhadap apa yang dicapai oleh responden. Dengan kata-kata lain, banyak anak-anak SMK Negeri 10 Kota Malang yang hidup dalam lingkungan sosial yang kurang peduli dan memberikan motivasi untuk maju.
Tabel 4: Pengenalan Kedirian-Sosial
4
Menurut penilaian orang lain yang diberikan kepadamu, adakah kelebihan yang engkau miliki?
Kemampuan mengenali kelemahan diri diukur dengan tiga butir pertanyaan. Pertama, ditanyakan apakah ada hal-hal tertentu dalam diri responden yang mereka merasa dapat ditingkatkan. Dari pertanyaan ini, sebanyak 76 (73.08%) menyatakan ada yang bisa dan perlu ditingkatkan, sedangkan sebanyak 28 (26.92%) menyatakan tidak ada yang bisa dan perlu ditingkatkan. Keadaan ini sebenarnya bisa ditafsirkan secara agak berbeda. Mereka yang menyatakan bisa ditingkatkan berarti percaya pada perlunya belajar terus menerus, sedangkan yang tidak, selain bisa ditafsirkan sudah putus asa juga bisa ditafsirkan justru mereka sudah merasa pada posisi yang tepat. Pada intinya, Sebagian besar responden merasa sangat perlu meningkatkan kemampuannya.
Tabel 5: Pengenalan akan Kelemahan
5
Adakah hal-hal tertentu pada dirimu yang dapat ditingkatkan?
Frekuensi
%
Iya
76
73.08
Tidak
28
26.92
Jumlah
104
100
Kedua, berkenaan dengan pertanyaan apakah ada hal-hal tertentu yang bila mereka melakukan ada saja kekurangannya, sebanyak 47 (45.19%) menyatakan memang memiliki kekurangan, sedangkan 57 (54.81%) menyatakan bisa melakukan tanpa selalu dibayangi oleh kekurangan.
Tabel 6: Pengenalan akan Kekurangan
6
Adakah hal-hal tertentu yang apabila kamu melakukannya merasa selalu saja ada kurangnya?
Frekuensi
%
Iya
47
45.19
Tidak
57
54.81
Jumlah
104
100
Kelemahan utama seseorang bisa dikenali dengan keengganan luar biasa untuk memasuki bidang atau wilayah tertentu. Berkenaan dengan ini, diajukan pertanyaan: adakah hal-hal atau bidang-bidang tertentu yang menurut kamu sendiri perlu kamu hindari? Dari jawaban responden terungkap, 68 (65.38%) siswa SMK Negeri 10 Kota Malang memang memiliki trauma atau phobia pada bidang-bidang tertentu, sedangkan sisanya 36 (34.61%) menyatakan tidak ada yang harus dihindari. Temuan ini sangat penting untuk ditindak-lanjuti, baik untuk kepentingan terapi atau untuk memberikan layanan replacement.
Tabel 7: Pengenalan Kekurangan Utama
7
Adakah hal-hal atau bidang-bidang tertentu yang menurut kamu sendiri perlu kamu hindari?
Kemampuan mengenali peluang diukur dengan tiga butir pertanyaan. Pertama, dengan semua kelebihan yang kamu miliki, maka adakah peluang bagi kamu untuk mencapai tujuan dan cita-citanmu? Pertanyaan ini dijawab oleh responden sebagai berikut: sebanyak 25 (24.04%) responden menyatakan memiliki peluang untuk mewujudkan tujuan dan cita-citanya dengan kelebihan yang mereka miliki, sedangkan 79 (75.96%) menyatakan tidak melihat ada peluang untuk hal tersebut. Tampaknya, sikap pesimis serta pengenalan lingkungan yang bagaimanapun memberikan peluang belum mereka lihat dengan baik.
Tabel 8: Kemampuan melihat peluang
8
Dengan semua kelebihan yang kamu miliki, maka adakah peluang bagi kamu untuk mencapai tujuan dan cita-citanmu?
Frekuensi
%
Iya
25
24.04
Tidak
79
75.96
Jumlah
104
100
Program keahlian yang ditawarkan oleh SMK Negeri 10 Kota Malang berbasis teknologi dan industri. Berkenaan dengan hal ini ditanyakan apakah perkembangan teknologi dan industri memberikan peluang lebih besar kepada kamu? Terhadap pertanyaan ini, responden menjawab: sebanyak 24 (23.08%) menyatakan perkembangan teknologi dan industri memberikan peluang baru, sedangkan sisanya yang jauh lebih besar atau 80 (76.92%) menyatakan kalau perkembangan tersebut tidak memberi peluang baru bagi mereka.
Tabel 9: Kemampuan melihat peluang karena perubahan teknologi
9
Apakah perkembangan teknologi dan industri memberikan peluang lebih besar kepada kamu?
Frekuensi
%
Iya
24
23.08
Tidak
80
76.92
Jumlah
104
100
Berkenaan dengan kebijakan pemerintah, ditanyakan apakah kebijakan dan program pemerintah memberikan peluang lebih besar kepada kamu? Terhadap pertanyaan ini, responden menjawab: sebanyak 6 (5.77%) menyatakan kebijakan pemerintah memberikan peluang baru, sedangkan sisanya yang jauh lebih besar atau 98(94.23%) menyatakan kalau kebijakan pemerintah tidak memberi peluang baru bagi mereka.
Tabel 10: Kemampuan melihat peluang karena kebijakan pemerintah
10
Apakah kebijakan dan program pemerintah memberikan peluang lebih besar kepada kamu?
Kemampuan mengenali ancaman diukur dengan dua butir pertanyaan. Pertama, dengan semua kekurangan yang kamu miliki, maka adakah ancaman atau rintangan yang kamu hadapi untuk mencapai tujuan dan cita-citanmu? Terhadap pertanyaan ini, sebanyak 79 (75.96%) siswa menyatakan bahwa kekurangan yang mereka miliki menjadi ancaman dalam mewujudkan cita-citanya. Sisanya, sebanyak 26 (24.04%) menyatakan kalau kekurangannya tidak menjadi rintangan bagi dirinya untuk mencapai cita-cita dan tujuannya. Pada intinya, hampir semua siswa SMK Negeri 10 Kota Malang, merasa menghadapi ancaman atau rintangan untuk mencapai cita-cita dan tujuannya.
Tabel 11: Kemampuan mengenal ancaman
11
Dengan semua kekurangan yang kamu miliki, maka adakah ancaman atau rintangan yang kamu hadapi untuk mencapai tujuan dan cita-citanmu?
Frekuensi
%
Iya
79
75.96
Tidak
26
24.04
Jumlah
104
100
Berkenaan dengan ancaman yang bisa timbul karena perkembangan teknologi dan industri diajukan pertanyaan: Apakah perkembangan teknologi dan industri memberikan ancaman atau rintangan bagi kamu untuk mencapai cita-citamu? Terhadap pertanyaan ini, sebanyak 27 (25.96%) menyatakan perkembangan teknologi dan industri memberikan ancaman, sedangkan sisanya yang jauh lebih besar atau 77 (74.04%) menyatakan kalau perkembangan tersebut tidak menjadi ancaman bagi mereka.
Tabel 12: Kemampuan melihat ancaman karena perubahan teknologi
12
Apakah perkembangan teknologi dan industri memberikan ancaman atau rintangan bagi kamu untuk mencapai cita-citamu?
Frekuensi
%
Iya
27
25.96
Tidak
77
74.04
Jumlah
Memang berdasarkan hasil pengisian angket yang terbuka, bisa disimpulkan secara umum bahwa sebagian besar siswa SMK Negeri 10 Kota Malang belum mampu memahami pengertian dan mengenali dengan baik ciri-ciri kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Masih banyak terjadi, misalnya pertanyaan tentang tujuan dan cita-cita, dijawab dengan kekuatan dan peluang. Demikian pula pertanyaan tentang tujuan jangka panjang dengan tujuan jangka pendek sering kali tidak ada kaitan satu sama lain.
H. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan seluruh paparan dan analisis hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Pertama, kemampuan pengenalan akan kekuatan diri peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang masih sangat rendah. Sebagian besar peserta didik kelas terakhir tidak mengetahui, tidak menyadari dan karena itu tidak tergerak untuk mengembangkannya dalam rangka mendukung pencapaian cita-cita dan tujuannya, baik untuk kepentingan melanjutkan pendidikan maupun untuk bersaing dalam dunia kerja dan dunia usaha.
Kedua, berdasarkan analisis data terhadap kemampuan pengenalan kelemahan diri peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang, terungkap bahwa sebagian peserta didik terlalu “dihantui” oleh kelemahan dirinya. Terdapat kesan bahwa mereka memiliki penilaian diri yang rendah, tidak percaya diri dan sebagainya. Namun demikian, aspek positifnya adalah bahwa mereka memiliki dorongan lebih besar untuk senantiasa meningkatkan kemampuan. Ini terjadi karena mereka menyadari bahwa mereka masih memiliki banyak kekurangan dan merasa perlu lebih meningkatkan kemampuan.
Ketiga, sebagian besar peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang memandang dunia pendidikan lanjut dan dunia kerja serta usaha sudah terlalu jenuh, seolah-olah sedikit sekali peluang tersedia bagi mereka. Bahkan perkembangan teknologi dan industri serta kebijakan pemerintah yang sejalan dengan pengutamaan pembangunan teknologi dan industri juga dianggap tidak bisa memberikan peluang lebih besar bagi mereka. Gejala ini tampaknya terkait dengan rendahnya kesadaran akan kekuatan, dan terhantuinya oleh kelemahan diri mereka.
Keempat, sebagian besar peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 10 Kota Malang memandang dunia pendidikan lanjut dan dunia kerja serta usaha masih menjadi rintangan bagi mereka, terutama bag perserta didik yang terlalu dihantui oleh kelemahan diri mereka, terutama dari segi kecakapan dan sumber-sumber yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan diri. Bahkan, perkembangan teknologi dan industri pun malah dianggap sebagai rintangan.
Sehubungan dengan temuan-temuan penelitian tersebut, maka disarankan agar dilaksanakan penelitian lanjutan dan pemanfaatan praktis, khususnya bagi bimbingan karir dan bimbingan belajar peserta didik kelas terakhir Sekolah Menengah Kejuruan. Pertama, untuk penelitian lanjutan disarankan untuk memperluas populasi dan sampel, sehingga generalisasi yang diperoleh dari penelitian bisa lebih dipertanggungjawabkan keberlakuannya. Generalisasi itu sendiri seharusnya menjadi bahan pertimbangan kebijakan agar sejalan dengan kebijakan perluasan dan perimbangan antara sekolah menengah kejuruan dengan sekolah menengah umum.
Kedua, untuk kepentingan praktis disarankan agar bagian Bimbingan dan Konseling Sekolah memprogramkan usaha-usaha lebih khusus dan serius untuk meningkatkan kemampuan pengenalan diri dan lingkungan dalam rangka memberikan orientasi untuk pendidikan lanjutan maupun untuk lapangan pekerjaan dan usaha. Usaha-usaha ini, selain harus terprogram sepanjang tahun, juga lebih diberikan perhatian pada saat peserta didik menjelang meninggalkan sekolah, misalnya setelah ujian nasional dan ujian sekolah.
Terdapat tiga program bimbingan yang disarankan untuk dilaksanakan oleh bagian Bimbingan dan Konseling, yaitu: (1) bimbingan pengenalan diri dan lingkungan dengan mengedepankan orientasi hidup bertujuan, (2) bimbingan karir berupa pelatihan motivasi berprestasi dan semangat kewirausahaan, dan (3) pelatihan khusus pembekalan kecakapan adaptif, terutama bahasa asing (Inggris, Jepang, dan Korea atau bahasa lain berdasarkan proyeksi permintaan tenaga trampil pasar Internasional) agar mereka bisa mengembangkan diri terus-menerus sejalan dengan perkembangan ilmu, teknologi dan industri dunia, serta memiliki kepercayaan diri lebih tinggi.
DAFTAR RUJUKAN
Hadi, S., 1981, Metodologi Research,Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Higgins, J. M., 1982. Human Relations: Concepts and Skills, New York: Random House, Inc.
International Labour Organization. 2007. Know About Business. New York: ILO.
Nazir, M., 1988, Metode Penelitian,Jakarta: Ghalia Indonesia.
Rosidi, S., 2002. The History of Modern Thoughts. Malang: CISC.
Utoyo, I. S. , (1986). Bimbingan Karir dan Pelaksanaannya. Malang: IKIP Malang.
[1] Ringkasan Hasil Penelitian Mandiri dalam rangka peningkatan peran dan kinerja bagian bimbingan dan konseling, Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 10 Kota Malang.
[2] Rofiqah adalah Magister Pendidikan bidang studi Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Malang, bekerja sebagai Konselor Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 10 Kota Malang.
Stepping from the bottom. I started my career in education from preschool, elementary school, junior high school, vocational (senior) high school, and universities.
Facebook: